Meneladani Kepahlawanan dan Patriotisme Tokoh-Tokoh di Lingkungan Masyarakat

Meneladani Kepahlawanan dan Patriotisme Tokoh-Tokoh di Lingkungannya

Pahlawan Indonesia

Pahlawan adalah sebutan yang diberikan kepada orang yang berjasa kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Disebut pahlawan karena sangat menonjol di masyarakat dalam keberanian dan pengorbanannya untuk membela kebenaran. Seorang pahlawan mempunyai sifat-sifat mulia, seperti berani, perkasa, jujur, rela berkorban, tanpa pamrih, tidak mementingkan diri sendiri, bersemangat tinggi, dan sebagainya. Pahlawan adalah seorang satria, orang yang baik hati, jujur, dan gagah berani.

Seorang pahlawan biasanya adalah seorang patriot. Patriot adalah seorang pecinta dan pembela tanah air atau negara. Jika seorang pahlawan memiliki sifat-sifat kepahlawanan seperti tersebut di atas, seorang patriot menunjukkan sikap semangat cinta tanah air yang tinggi, sikap sudi mengorbankan segala-galanya (jiwa, raga, dan harta) untuk kejayaan dan kemakmuran tanah air, atau negaranya. Itulah yang disebut patriotisme. Sikap nasionalisme, kepahlawanan, dan patriotisme amat diperlukan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara, terlebih-lebih dalam pembangunan.

1. Sikap Kepahlawanan dan Patriotisme Tokoh-Tokoh di Lingkungan Setempat

Di setiap wilayah, tempat atau lingkungan masyarakat tertentu pasti ada seorang atau lebih yang memiliki sifat dan sikap perilaku kepahlawanan dan patriotisme. Orang yang demikian biasanya sangat dihormati oleh seluruh anggota masyarakat sekelilingnya. Bahkan, dia menjadi contoh dan teladan bagi warga masyarakat. Orang itu menjadi panutan dalam kehidupan setiap warga masyarakat.

Sifat kepahlawanan seseorang di suatu lingkungan terdapat dalam berbagai bentuk. Seorang petani dapat muncul sebagai pahlawan tani di lingkungannya, sekaligus menjadi tokoh tani yang disegani. Seorang guru muncul sebagai pahlawan pendidikan dan dikenal sebagai tokoh pendidikan. Yang lain lagi sebagai pahlawan pembangunan dan menjadi tokoh pembangunan di lingkungannya.

Kita perlu meneladani sifat dan perilaku kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh yang ada di masyarakat kehidupan kita. Sikap ini amat perlu untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Mengapa mereka dianggap sebagai tokoh? Apakah jasa-jasa mereka terhadap masyarakat? Bagaimana sikapmu terhadap mereka?

2. Tokoh-Tokoh di Lingkungan Nasional

Tiap-tiap daerah memiliki tokoh-tokoh dan pahlawan-pahlawan yang berjasa terhadap masyarakatnya. Tokoh-tokoh nasional yang kemudian diangkat sebagai pahlawan nasional berasal dari daerah-daerah. Pada  awalnya, perjuangan para pahlawan itu bersifat kedaerahan, artinya hanya untuk daerahnya masing-masing.

Tanah air kita telah lama dikenal oleh bangsa-bangsa Barat, khususnya bangsa-bangsa Eropa. Tanah air kita menghasilkan rempah-rempah, seperti lada, pala, cengkeh, dan kayu manis yang mahal harganya. Itulah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa berusaha mencari jalan menuju ke tanah air kita.

Bangsa Eropa yang mula-mula berhasil mencapai dan berdagang di tanah air kita adalah bangsa Portugis. Tak lama kemudian menyusul pula bangsa Spanyol. Akhirnya, pada tahun 1596, bangsa Belanda tiba di Banten, tanah air kita. Tujuan Belanda pun mula-mula untuk berdagang. Akhirnya, bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda pun bersaing. Kemudian bangsa Portugis dan Spanyol tersingkir. Portugis berhasil bertahan di bagian timur Pulau Timor. Setelah itu hanya bangsa Belanda yang berdagang dengan bangsa kita.

Perusahaan dagang Belanda pada waktu itu bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Oleh pemerintah Belanda, VOC diberi hak perdagangan monopoli. Perdagangan monopoli VOC menghancurkan kehidupan bangsa kita. Akhirnya, kongsi dagang VOC berubah menjadi bentuk penjajahan pemerintah Belanda atas tanah air kita.

Bangsa kita tidak mau dijajah. Munculah pahlawan-pahlawan dari berbagai daerah melawan Belanda.

Di Demak, Jawa Tengah, Pati Unus menyerang Portugis. Sultan Ternate, Sulawesi Utara yang bernama Baabullah menyerang Portugis di Maluku. Sultan Agung raja Mataram, Jawa Tengah, menyerang Belanda di Batavia tahun 1628 dan 1929. Akan tetapi, ke-2 serangannya itu tidak berhasil. Pemimpin Belanda Jan Pieterszoon Coen (LP. Coen) tewas dalam peristiwa itu. Sultan Iskandar Muda dari Aceh bersama seorang laksamananya, seorang wanita bernama Laksamana Malahayati berhasil mempertahankan Aceh dari kekuasaan Belanda.

Sultan Hasanuddin yang terkenal dengan sebutan "Ayam Jantan dari Timur" dengan gigih melawan Belanda. Meskipun akhirnya Belanda berhasil memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian Bongaya.

Di Banten, Sultan Ageng Tirtayasa tidak mau dipaksa oleh Belanda untuk memenuhi keinginannya. Belanda akhirnya menawan Sultan Ageng Tirtayasa di Batavia, hingga wafatnya pada tahun 1692.

Di Maluku terkenal Thomas Mattulessy alias Pattimura. Pada tahun 1817, benteng Belanda di Saparua direbut rakyat Maluku, di bawah pimpinannya. Namun akhirnya, Pattimura tertawan dan dijatuhi hukuman mati.

Masih banyak lagi pahlawan-pahlawan lainnya. Tentu pembaca telah mengenalnya, seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Si Singamangaraja, Teuku Urnar, Cut Nya Din, RA. Kartini, Dewi Sartika, dan sebagainya.

Pahlawan-pahlawan yang tidak boleh kita lupakan adalah Bung Karno dan Bung Hatta. Keduanya adalah proklamator, 17Agustus 1945. Kemudian, jendral Soedirman, Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia), W.R. Supratman (pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya), Supriyadi, I Gusti Ngurah Rai (Bali), dan Jos Sudarso.

Beberapa pahlawan tersebut telah banyak ditulis dan dibukukan. Bacalah riwayat hidup para pahlawan itu. Dengan begitu kamu akan lebih mengetahui dan memahaminya. Banyak contoh-contoh yang dapat diteladani. Siapakah di antara pahlawan dan tokoh-tokoh tersebut yang berasal dari daerah tempat tinggalmu?

Guru Berkompeten Harus Menguasai Kurikulum 2013

Guru Berkompeten Menguasai K13

Oleh: Ftri Nurhayati

Guru Berkompeten Harus Menguasai Kurikulum 2013


Beberapa tahun lalu, kita masih bisa menjumpai anak SD yang menggendong tas berisi buku-buku sekolah. Mulai dari buku tulis, buku paket, LKS, sampai sumber belajar lain yang dikemas menjadi satu dalam tas mereka. Mungkin tas mereka berat, seberat tuntutan ilmu yang harus dikuasai. Namun, hal seperti itu sudah jarang dijumpai sekarang. Dalam tas anak SD sekarang, paling hanya berisi satu atau dua buku yang sudah mencakup beberapa mata pelajaran. Bisa dibayangkan betapa padatnya isi buku baru mereka ini.

Hal ini terjadi di beberapa sekolah yang sudah  menerapkan Kurikulum 2013 (K13). Konsep pembelajaran tematik mengacu pada tema-tema tertentu sehingga beberapa mata pelajaran dikerucutkan menjadi satu pembahasan atau satu buku saja. Berbeda dengan pembelajaran di SD, pembelajaran di SMA tidak menerapkan pembelajaran tematik namun menerapkan konsep based-learning. Dalam konsep ini, peserta didik harus aktif di dalam kelas untuk menguasai tertentu.

Menurut Nurhadi, M.Si (Dosen Pendidikan Geografi-red), K13 adalah kurikulum yang istimewa. Seistimewa konsepnya, tingkat kerumitannya pun sepadan. Mulai dari persiapan guru sebelum melakukan pembelajaran, sampai pada tahap penilaian. Keaktifan siswa menjadi tujuan utama untuk membentuk karakter mereka. Diharapkan ketika terjun di masyarakat nanti, mereka sudah memiliki sifat jujur, disiplin, dan mandiri.

Berbicara soal pendidikan di Indonesia, masih ada 1001 masalah yang menyelimuti. Beragam solusi ditawarkan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Satu diantaranya adalah melalui K13 yang berbasis karakter. Entah karakter seperti apa yang dimaksudkan karena sejauh ini para pelakunya pun masih meraba-raba. Hasilnya pun belum, nampak jelas. Apalagi hanya beberapa sekolah yang menyatakan siap menerapkan K13, sedang yang lainnya masih dengan kurikulum sebelumnya (KTSP-red). Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013, tidak semua sekolah siap untuk merubah mindset, pola, dan konsep mengajar.

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, pernah berujar bahwa pendidik hanya bisa merawat, bukan memaksa. Tapi pemerintah saat ini kesannya seperti memaksakan penyeragaman anak sekolah di Indonesia. Jika diperhatikan secara mendasar, sebenarnya bukan persoalan kurikulum yang perlu dipusingkan sebagai tawaran solusi mengatasi masalah pendidikan. Pada kenyataannya, yang paling memiliki pengaruh dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan anak-anak bangsa adalah guru.

Di balik pembicaraan soal sistem yang rumit, kurikulum, peraturan menteri, seminar yang berderet, bahkan alokasi dana pendidikan yang mencapai 20 persen, sejatinya guru lah yang berdiri di depan kelas menemani anak-anak menuntut ilmu. Namun begitu, melihat guru di Indonesia pun tak terlepas dari berbagai masalah. Mulai dari pendistribusian guru yang tidak merata, kesejahteraannya yang tidak terjamin, hingga yang paling urgent adalah kompetensi guru yang masih perlu ditingkatkan. Kalau sudah begini, bagaimana akan tercapai proses pembelajaran yang baik jika K13 belum betul-betul dikuasai para guru. Pemerintah hendaknya menjamin kompetensi guru, mempersiapkannya agar benar-benar mampu dan siap mendidik. Hadirnya mereka di sekolah bukan hanya mengajar, namun juga memberi inspirasi siswa.

Pada kurikulum yang baru ini, peran utama guru adalah sebagai fasilitator di dalam kelas. Salah besar jika banyak orang menganggap bahwa peran guru di dalam kelas lebih ringan dari yang sebelumnya. Pada prinsipnya, menjadi fasilitator tugasnya jauh lebih berat. Guru tidak hanya bertanggungjawab meningkatkan aspek pengetahuan saja, namun juga harus mempertimbangkan aspek spiritual, sosial, dan keterampilan anak. Maka hendaknya pemerintah mematangkan kompetensi guru demi lancarnya proses pembelajaran di kelas. (*)

Menjamah Titik Nol Kilometer Sabang, Indonesia

Menjamah Titik Nol Kilometer

Oleh: Imas Kurnia (Guru SM3T)

Titik Nol Kilometer Sabang, Indonesia

Pagi itu seorang teman memutar lagu nasional berjudul Dari Sabang Sampai Merauke. Mendengar liriknya, saya jadi teringat akan sebuah tempat di ujung barat Indonesia yaitu Pulau Weh, pulau di mana Sabang berada. Pada peta Indonesia, pulau ini nampak kecil dan menjadi batas terluar daratan Indonesia.

Pulau Weh menjadi titik awal pengukuran region Indonesia, tepatnya berada di Tugu Nol Kilometer. Nah, tugu ini pula yang menjadi spot destinasi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang bertandang ke sana.

Untuk sampai ke Pulau Weh, perjalanan bisa dimulai dari pelabuhan Uleulheu di Banda Aceh menggunakan kapal cepat. Pelayaran dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit. Apabila menggunakan kapal lambat, perjalanan bisa memakan waktu sekitar satu jam.

Daya tarik Pulau Weh tidak hanya disebabkan letaknya yang menjadi batas terluar Indonesia, namun juga karena potensi wisata yang tak kalah menarik. Wisata alamnya membuat ketagihan dan kulinernya bisa membuat siapapun lapar seketika. Weh memang menarik.

Potensi alam yang menjadi favorit para wisatawan adalah taman laut yang menawarkan keindahan aneka ikan dan terumbu karang. Satu spot yang mampu menggoda pengunjung adalah akses untuk menjelajah dunia bawah air, tepatnya di Pulau Rubiah. Pulau yang merupakan bagian dari Kota Sabang ini tepatnya berada di barat laut Pulau Weh.

Rubiah hanya berjarak sekitar 250 meter dari Pantai Iboih, pantai berpasir putih dengan air yang jernih serta gelombang yang cukup tenang. Pesona ini menarik siapapun untuk menjamahnya. Para pengunjung bisa mencoba snorkeling dan open water diving di Pulau Rubiah dan Iboih. Di sana juga tersedia penyewaan alat snorkeling lengkap dengan guide di sepanjang pantai. Cukup dengan membayar 60 ribu rupiah per orang, pengunjung bisa melihat berbagai satwa air berwarna-warni, berenang di antara karang-karang yang indah.

Pengunjung bisa menyelam untuk melihat lebih dalam kehidupan bawah luut seperti ikan Moray eels dan Ribbon eels yang beragam. Bergeser ke kawasan Ie Meule, Kecamatan Sukajaya, Sabang, ada pantai yang tidak kalah popular, yakni Pantai Sumur Tiga. Pantai ini mudah dijangkau, hanya ditempuh dalam waktu 10 menit dari pusat kota. Diberi nama Pantai Sumur Tiga karena di tempat ini terdapat tiga sumur air tawar.

perairan di pulau ini dilengkapi dengan ombak yang tenang, cocok untuk berenang dan bermain air. Tidak ada suara lain yang terdengar selain deburan ombak dan hembusan angin. Nah, jika berkunjung ke Aceh sempatkan untuk mengunjungi Pulau Weh dan menjelajah setiap bagian daratannya. (*)

Tahukah Anda! Kampung Adat Waerebo yang Dikenal Hingga Mancanegara

Rumah Adat Waerebo yang Dikenal Hingga Mancanegara

Topi ulang tahun, itulah sekiranya yang dapat menggambarkan bentuk rumah Waerebo. Bangunan tradisional dari kayu ini dipertahankan penduduk untuk melestarikan kampung mereka. Meski hanya ada tujuh rumah (Wbaru Niang) namun tempat ini sudah dikenal hingga mancanegara sebagai Kampung Adat Waerebo.

Kampung Adat Waerebo berada di Kecamatan Satar Messe Barat, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Kampung yang menjadi warisan budaya ini telah ditetapkan UNESCO sebagai daerah konservasi. Lokasinya yang berada di lembah pegunungan dengan ketinggian 1.117 mdpl maka butuh sedikit perjuangan untuk sampai di sana.

Wisatawan baik lokal maupun mancanegara harus menghabiskan waktu berkendara selama tiga jam lamanya dari Ruteng, lbu kota Manggarai sampai di desa terakhir yaitu Denge. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh sembilan kilometer. Perjuangan inilah yang membuat  kampung adat Waerebo menjadi tidak biasa. Bahkan anak-anak di sana harus berjalan kaki sejauh sembilan kilometer untuk sampai di sekolah.

Lelah berubah menjadi berkah saat mata dimanjakan dengan pesona alam yang menyambut kedatangan para pengunjung. Melihat uniknya bentuk rumah adat ini tentu mengingatkan kita pada keberagaman Indonesia yang tak terhitung banyaknya.

Tak seperti kampung pada umumnya, Waerebo hanya didiami oleh beberapa penduduk saja. Rumah mereka ditata mengelilingi lingkaran batu yang membentuk altar (Compang). Titik ini diyakini penduduk sebagai titik paling sakral. Compang biasa digunakan untuk tempat pemujaan dan penyembahan kepada Tuhan dan leluhur mereka.

Susunan rumah adat Waerebo terdiri dari lima lantai. Keunikannya nampak dari luar sebuah kerucut yang melingkar rapi di lembah hijau. Penduduk setempat memanfaatkan lantai dasar untuk aktivitas sehari-hari seperti tidur, memasak, dan makan bersama. Lantai dua sampai lima digunakan untuk menyimpan bahan makanan.

Uniknya lagi konstruksi bangunan ini tidak menyandarkan pada kekuatan kawat maupun paku. Semua bahan bangunannya berasal dari hutan di sekitar kampung. Atapnya menggunakan rumput ilalang. Agar lebih kokoh bangunan ini hanya perlu diasapi saja. Itulah rumah adat Waerebo. (Fitriyani Nurmalita Sari)