Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia

Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia - Hallo sahabat Sumber Bacaanku. Pada Artikel kali ini dengan judul "Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia". Silakan baca dan ambil informasi di dalamnya. Mudah-mudahan isi postingan Artikel Pendidikan, yang kami tulis ini dapat anda pahami dan bermanfaat.

Judul : Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia
link : Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia

Baca juga


Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia

Muridku Susah Berbahasa Indonesia

Oleh: Endar Susanti

Bahasa Persatuan Indonesia

BAHASA Indonesia adalah bahasa persatuan. Bahasa universal penduduk tanah ini untuk berbicara, berkomunikasi. Karena menjadi bahasa nasional, maka sejak kecil, anak-anak sudah mempelajari bahasa Indonesia.

Selain bahasa Indonesia, tanah ini juga memiliki bahasa ibu yang melekat pada tiap-tiap yang lahir. Tak cukup dua atau sepuluh, tapi ratusan. Dituturkan secara turun-temurun, dari generasi satu ke generasi setelahnya. Inilah yang memperkaya ragam bahasa di tanah ini. Juga sekaligus menjadi alasan, tak setiap penduduk bisa berbahasa Indonesia, memahaminya dengan baik dan benar. Ya, jangan anggap semua orang Indonesia bisa berbahasa Indonesia. Tidak.

Anak-anak di Kampung Oja, tempat aku bertugas selama setahun, adalah satu contohnya. Bahasa ibu mereka jauh lebih kuat dibanding bahasa persatuan. Tak heran bila bahasa terkadang jadi kendala utamaku saat mengajar di SMP Negeri 3 Nangapanda. Dan inilah kisahku dengan mereka.

Hari Pertamaku Mengajar

Secara administratif, Oja berada di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Endo, Nusa Tenggara Timur. Sementara letak geografisnya, ada di kaki Bukit Mboaloka. Sekolah tempatku mengajar ada di atas bukit itu.

Hari pertamaku mengaiar diwarnai turunnya kabut, membungkus Kampung Oja. Membuat semua orang, termasuk aku malas beranjak. Namun, itu adalah hari Senin, yang pagi harinya dimulai dengan upacara bendera.

Pukul 06.00 waktu setempat, telah terdengar sayup-sayup senda gurau murid-murid yang mulai berdatangan. Dari dalam ruanganku, terdengar suara panggilan mereka yang riuh. "Selamat pagi Ine."

Meski tak melihatku, mereka tetap menyapaku dengan ramah. Aku bergegas, mempersiapkan diri untuk mengikuti upacara. Sementara kabut tebal masih menutup sebagian pandangan. Usai upacara, aku melihat jadwal pelajaran di meja. Ini hariku. Inilah kali pertama aku terjun sebagai tenaga pendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Mata pelajaran yang kuampu adalah Biologi.

"Selamat pagi, lbu...," kompak mereka berucap saat kakiku menapak di ruang kelas VII.

Kubalas dengan senyum hangat, sembari mempersilakan mereka duduk lagi. "Selamat pagi..."

Jam pertama kuhabiskan untuk berkenalan, mendekati mereka. Mengetahui sesiapa saja mereka. Barulah, Setelah suasana mencair dan semua tertawa, aku mulai masuk ke materi pelajaran. Ciri-ciri makhluk hidup, itu materi pertama yang kuajarkan pada mereka.

"Apa ciri-ciri makhluk hidup anak-anak? Siapa yang tahu boleh angkat tangan?"

Sesuatu yang tak kusangka sebelumnya, terjadi. Hampir seluruh siswa yang berjumlah dua puluh itu mengangkat tangannya dan saling berebut untuk menjawab pertanyaan. Aku sangat kagum dan senang sekali dengan keaktifan mereka. Aku benar-benar tak menyangka mereka memiliki semangat yang luar biasa. Karena begitu banyak yang mengangkat tangannya aku berusaha menenangkan dan menunjuk satu dari mereka untuk menjawab pertanyaan.

"Saya Ibu.. .saya Ibu." Mereka kembali berteriak dan aku berusaha kembali menenangkan.

"Oke.. .biar Ibu bisa dengar, Ibu minta sama yang duduk di ujung untuk jawab pertanyaan."

"Emmm... Ayam, kambing, dan sapi, Ibu," jawabnya lantang.

Aku tercengang dibuatnya. Jujur saja, aku sebenarnya ingin tertawa mendengar jawaban itu. "jawaban Yusta kurang tepat, ada yang mau mencoba menjawabnya?" kataku sambil berusaha menahan tawa.

dengan semangat yang masih menyala, mereka kembali saling berebut dan kali ini aku menghampiri seorang siswa yang bernama Asno. Dengan malu-malu ia menjawab. "Kambing, sapi, dan babi."

Tawa yang kutahan berubah jadi helaan napas panjang. Sungguh, ini tidak lucu. "Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" batinku.

Ternyata Mereka Tak Memahami Bahasaku

Aku bertanya-tanya dan mencoba untuk memahami mereka. Akhirnya aku meminta mereka untuk menulis apa saja yang mereka ketahui tentang makhluk hidup secara bebas dengan waktu 15 menit.

Anak-anak begitu antusias. Dengan tenang mereka mengikuti permintaanku. Ketika mereka mengerjakan tugas, iseng aku berjalan mendekati satu per satu. Ternyata setiap  siswa selalu menuliskan kalimat yang terbalik-balik. Seperti, makhluk hidup suka kasih makan.

Barulah aku paham. Saban hari mereka menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi. Pantas saja masih banyak yang tak mengerti bahasa Indonesia. Setelah mengetahui biangnya, lekas kuhentikan aktivitas tulis-menulis. Aku pun berusaha mengulangi pertanyaanku dengan bahasa yang  mereka pahami. Ternyata tak mudah. Beberapa siswa nampak memahami, namun lebih banyak yang tak paham.

Dengan wajah polos mereka memandangku sambil  tersenyum. Tiba-tiba seorang siswa mengangkat tangannya.

"Ibu... Ibu saya mau bicara sebentar." Logat bahasa ibunya amat kental. Aku hanya mengangguk dan mempersilakannya untuk mengatakan apa yang ingin dikatakan. Sambil terus tersenyum anak ini belum juga berbicara.

"Ibu saya pu nama Rini, panggil sa Rini. Saya mau minta maaf sama ibu."

Aku pun mengeryitkan kening ketika anak itu bilang minta maaf. Salah apa?

"Kami tidak paham dengan ibu pu bahasa, tapi sekarang kami su paham."

Seisi kelas pun riuh oleh tawa siswa baruku di pedalaman Flores.

Aku yang tadinya bingung, hampir tak tahu bagaimana membuat mereka paham dengan bahasa Indonesia akhirnya hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka. Terima kasih siswa-siswaku yang telah mengajariku kesabaran yang luar biasa dan tak ternilai. Semoga kalian kelak menjadi anak-anak yang sukses. (*)
Profil Penulis
Nama lengkapnya Endar Susanti. Wanita kelahiran Sarko pada tanggal 27 Maret 1991 ini adalah Sarjana Pendidikan Biologi UNY. Berasal dari Desa Laser, Merangin, Renah, Pamenang, Jambi. Endar ditugaskan mengabdi menjadi guru SM3T selama setahun di Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur.


Demikianlah Artikel Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia

Sekian artikel tentang "Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia". Mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk Anda semua. Baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Terkendala Saat Mengajar Karena Muridku Susah Berbahasa Indonesia dengan alamat link https://sumberbacaanku.blogspot.com/2016/09/terkendala-saat-mengajar-karena-muridku-susah-berbahasa-indonesia.html

Tambahkan Komentar
EmoticonEmoticon